Saat Semesta Menjerit
Bumi ini sudah tak bisa menjadi tempatku berteriak karena luka-luka dalam jiwa yang kupunya. Sudah tak mampu lagi untuk bumi mendengar semua isakan atas luka-lukaku.
Tak seorangpun mengerti atas derita apa yang aku rasakan.
Yang kalian tahu aku hanyalah gadis 12 tahun yang riang dan bahagia dengan hidup ini, karena aku tak pernah menjatuhkan satu tetes air mata di hadapan kalian
Hai, aku ingin kalian tahu. Aku tak mampu menyuarakan deritaku. Aku tak mampu mengeluarkan isakanku di hadapan kalian. Aku tak pernah sanggup bahkan satu katapun untuk memberi tau betapa pedihnya yang aku rasa karena derita ini.
Apalagi harus memberi tahu untuk kedua kalinya.
Aku pernah menyuarakan deritaku bukan?
Menyuarakan bagaimana kecewaku terhadap lingkunganku, menyuarakan bahwa aku tak baik-baik saja walaupun aku tersenyum, menyuarakan bahwa aku tak sanggup ditinggalkan
Namun, setelah aku suarakan deritaku bukan simpati yang aku dapat,
Malah suara suara neraka bagiku...
"Ah teman lesku juga punya masalah yang sama sepertimu bahkan lebih berat."
"Kamu kurang dekat dengan Tuhanmu."
"Sabar saja."
"Kamu baperan."
"Kurangin bapernya, kalo kaya gitu terus kamu gak akan punya teman."
Aku juga maunya tak seperti itu, mauku bahagia seperti kalian, kalian hidup memiliki masalah namun tak terlalu dipikirkan.
Aku ingin seperti itu, sungguh.
Aku ingin... Walaupun aku memiliki masalah tapi aku bisa tidak terlalu memikirkannya.
Tapi kawan, aku tetap butuh senyuman dan pelukan hangat dari kalian.
Aku butuh kalian mampu mengusap air yang jatuh dari mataku.
Aku butuh kalian bisa mengerti dengan keadaanku tanpa membandingkan, karena aku tak sama dengan siapapun.
Namun sayangnya, kalian tak akan pernah bisa melakukan itu, sepertinya.
—Mutiara
Tak seorangpun mengerti atas derita apa yang aku rasakan.
Yang kalian tahu aku hanyalah gadis 12 tahun yang riang dan bahagia dengan hidup ini, karena aku tak pernah menjatuhkan satu tetes air mata di hadapan kalian
Hai, aku ingin kalian tahu. Aku tak mampu menyuarakan deritaku. Aku tak mampu mengeluarkan isakanku di hadapan kalian. Aku tak pernah sanggup bahkan satu katapun untuk memberi tau betapa pedihnya yang aku rasa karena derita ini.
Apalagi harus memberi tahu untuk kedua kalinya.
Aku pernah menyuarakan deritaku bukan?
Menyuarakan bagaimana kecewaku terhadap lingkunganku, menyuarakan bahwa aku tak baik-baik saja walaupun aku tersenyum, menyuarakan bahwa aku tak sanggup ditinggalkan
Namun, setelah aku suarakan deritaku bukan simpati yang aku dapat,
Malah suara suara neraka bagiku...
"Ah teman lesku juga punya masalah yang sama sepertimu bahkan lebih berat."
"Kamu kurang dekat dengan Tuhanmu."
"Sabar saja."
"Kamu baperan."
"Kurangin bapernya, kalo kaya gitu terus kamu gak akan punya teman."
Aku juga maunya tak seperti itu, mauku bahagia seperti kalian, kalian hidup memiliki masalah namun tak terlalu dipikirkan.
Aku ingin seperti itu, sungguh.
Aku ingin... Walaupun aku memiliki masalah tapi aku bisa tidak terlalu memikirkannya.
Tapi kawan, aku tetap butuh senyuman dan pelukan hangat dari kalian.
Aku butuh kalian mampu mengusap air yang jatuh dari mataku.
Aku butuh kalian bisa mengerti dengan keadaanku tanpa membandingkan, karena aku tak sama dengan siapapun.
Namun sayangnya, kalian tak akan pernah bisa melakukan itu, sepertinya.
—Mutiara
Comments
Post a Comment